Sabtu, 12 Maret 2011

Dera Siksa di Pagi Hari

Ketika matahari kembali menampakkan dirinya dari ufuk timur, aku terbangun dan tersadar.
Tersadar bahwa ada yang hilang dari pelukanku.
Ada yang hilang dari dekapanku.
Meninggalkanku sendirian di sudut ruangan yang mulai terisi sorot dari sinar matahari.
Sinar yang terang namun hambar.
Sinar yang membawa kehidupan namun terasa mati bagiku.
Dan dalam diamku aku mulai merindukan sesuatu.
Merindukan angin semilir yang berhembus sepanjang malam.
Angin yang memelukku semalaman dan menghantarkan tidurku dalam damai, namun dia juga yang membuatku bangun dalam perasaan galau.
Dan menyeret pagi yang memaksaku untuk menyadari bahwa angin itu sirna, berkeliling mengikuti nafsunya.
Berkeliling bersama rayuannya yang menyiksa.
Meninggalkan jejaknya yang meracuni pagiku.
Aku mulai merindukannya...
Berteriak memecah keheningan.
Meminta pada alam semesta agar mereka mengembalikan malamku.
Agar mereka bertanggung jawab atas siksaan yang menderaku.
Karena malamlah yang membawakan anginku, menghadirkannya dalam kemegahan.
Angin yang semalam masih merengkuhku dengan jari-jarinya.
Angin yang membawakan kehangatan di setiap hembusannya.
Angin yang mendekap bintang dalam genggamannya.
Mempersembahkannya padaku, layaknya persembahan cinta bagi para dewa.
Aku kembali berteriak dengan nafas memburu hingga sesak dalam dadaku.
Hingga untuk kesekian kalinya aku harus kembali tersadar.
Alam semesta tak kan mengabulkan permohonanku.
Bahwa angin tidak akan menetap dalam pelukanku.
Dan perlahan tapi pasti aku membiarkan pagi ini mencabik-cabik diriku.

Tidak ada komentar: