Selasa, 22 Juli 2014

Judul : Nyanyian Selamat Tinggal



Oleh : Almaidah Swan

Dua pasang kekasih itu duduk di taman yang terletak di pinggir jalanan kota. Mereka berdua menatap ke arah air mancur di tengah kolam. Keduanya masih sama-sama terdiam dengan pandangan kosong. Dua pasang kekasih yang sebenarnya telah diujung tanduk.

Si wanita sedari tadi menggenggam kotak musik dengan erat di tangannya.

“Maafkan aku Reksa.” Gumam Alysa. Ditatapnya wajah Reksa yang masih menatap kosong lurus ke arah air mancur di kolam.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Sejak aku tahu kamu lebih memilih orang lain maka sejak saat itu aku memutuskan untuk tidak memiliki perasaan apapun terhadapmu. Bahkan marah pun aku tidak ingin. Jadi tidak ada yang perlu untuk dimaafkan.”

Mendengar perkataan Reksa, Alysa menjadi semakin merasa sangat bersalah. Sepertinya Reksa sekarang telah menjadi sangat keras dan tidak akan lunak lagi dengan perkataan maaf darinya.

“Kotak musik ini?”

“Oh. Itu sudah menjadi milikmu sejak aku memberikannya padamu tiga tahun lalu. Kalau kamu tidak suka, kamu buang saja.”

Alysa membelai kotak musik pemberian Reksa dalam rangka anniversary mereka yang pertama.
Kini mata Alysa basah. Ia tidak pernah diperlakukan sedingin ini oleh Reksa sebelumnya. Alysa memang saat ini telah memutuskan lebih memilih orang lain. Bukan karena ia sudah tidak mencintai Reksa, tetapi ia tak mampu mengendalikan hatinya untuk tidak mencintai orang lain.

“Karena mulai saat ini kita sudah tidak ada apa-apa lagi, sepertinya tidak ada alasan untukku tetap di sini bersamamu. Jadi aku pergi.”

Reksa meninggalkan Alysa yang masih menggenggam erat kotak musik pemberiannya. Kotak musik yang hanya akan menjadikan lagu di dalamnya sebagai nyayian selamat tinggal sekarang.

Kau dan Selendang Merah







by : Almaidah Swan







 Angin pantai sejuk membelai wajahku yang masih terduduk di pantai. Debur ombak sedari tadi telah memanjakan telingaku. Aku selalu suka pantai ini. Sepi. Hanya ada kau, aku, dan selendang merah kita.
Masih selalu hangat dalam pikiranku. Hari itu-20 tahun yang lalu-kau melamarku di pantai ini.
“Will you marry me?”
Kau mengeluarkan selendang merah cantik dari tasmu. Memberikannya padaku.
“Aku akan mengikat hatimu denganku seumur hidupmu pakai selendang ini.”
Pantai ini pun menjadi saksi, bahwa sebentar lagi kita akan menikah. Namun, aku tidak pernah mengira hal itu akan terjadi. Kecelakaan maut yang merenggutmu dariku. Merenggut pernikahan kita yang sudah dipersiapkan dengan rapi.
Aku menghela napas. Membelai selendang merah yang ku kalungkan di leherku. Kembali ku nikmati indahnya pantai. Indah menyimpan kenangan kita.
Apakah kau tau? Sampai hari ini kau berhasil mengikat hatiku denganmu seumur hidupku.

Rabu, 02 Juli 2014

Pesan dari Pasien Skizofrenia

Saya mendapatkan puisi yang cukup bagus menurut saya.. Puisi ini khusus diberikan untuk saya saat saya melakukan penelitian di sebuah rumah sakit di DIY. Saya juga kurang tahu ini grammarnya bener apa enggak.



Excellent



We had been created as human, pure, smart.



(Kita tergolong sebagai manusia yang suci, dan cerdas)



We have healthy brain, heart, and i feel perfect



(Kita memiliki akal sehat, rasa, nikmat yang sangat amat mulia)



People smart always gratefull



(Orang yang cerdas selalu bersyukur)



We must to joint experiences we cant arrogant



(Kita harus mengamalkan pengalaman kita tidak boleh pelit dan sombong)



Friend do not cheat or you will lose yourself



(Kawan janganlah curang nanti kamu rugi sendiri)



My friends, do not lie, because your life cant happy



(Kawan janganlah dusta nanti hidupku bisa celaka)



I feel good today and happy moments



(Saya merasa baik hari ini momen penuh senyum dan bahagia)



 

Terima kasih untuk pasien yang telah memberikan banyak pelajaran  pelajaran pada saya selama saya melakukan penelitian skripsi saya.