Saya sudah selama hampir dua minggu ini menjalani profesi.
Apa itu profesi? Ya biar lebih gampang dipahami sebut saja “koas perawat”.
Saya koas di rumah sakit yang
satu-satunya lolos akreditasi international JCI (Join Commite International).
Alhasil hampir semua pasien yang masuk ke rumah sakit ini penyakitnya kompleks
sekali. Begitu juga dengan bangsal dimana tempat saya praktek yaitu di bangsal
syaraf.
Hampir semua pasien mengalami
kelemahan dan kelumpuhan. Bahkan tak jarang pasien mengalami penurunan
kesadaran atau koma.
Awal saya masuk saya merasa biasa
saja. Mengamati setiap keadaan pasien. Mempelajari apa yang seharusnya
dipelajari oleh seorang praktikan.
Ditengah-tengah hiruk pikuk semua
itu, saya tidak jarang mengamati para keluarga pasien. Para suami yang gigih
merawat istri mereka. Menunggui dengan sabar. Menggantikan popok, mengepel
badannya, menyuapi dengan penuh perhatian. Mendengarkan setiap keluh kesakitan
istrinya dan berusaha memegang tangannya.
Saat saya sedang memberikan obat
terkadang saya mengamati wajah-wajah lelah mereka yang menunggui istrinya bukan
hanya 1 atau 2 hari saja tetapi hampir 1 bulan atau kadang malah lebih. Terkadang
mereka berbaring dilantai. Mencuri-curi waktu untuk tidur. Apalagi jika
terkadang mereka berasal dari luar kota dan meninggalkan pekerjaan mereka.
Pernah saya ketika sedang
mengikuti perawat untuk memasang pasien yang akan diinfus, suami pasien
membangunkan pasien. Memberitahukan bahwa sudah waktunya sholat. Dia bangunkan
istrinya yang mengalami penurunan kesadaran itu dengan menepuk-nepuk pelan lengannya.
“Bu, bangun. Sudah waktunya isya.” Istrinya yang terpasang banyak peralatan
kesehatan itu masih tidak terbangun. Dia tetap berusaha untuk memberitahukan
pada istrinya bahwa sudah tiba waktu untuk isya.
Sungguh saat itu rasanya saya
ingin menangis ditempat. Tapi mana boleh seperti itu. Perawat (ya meskipun baru
calon) hanya boleh sebatas empati. Tidak boleh bersimpati.
Pagi ini juga salah satu keluarga
pasien ada yang bilang seperti ini ke saya-saat saya sedang melepas infus agar
bisa dipasang yang baru oleh perawat- “Mbak, kenapa nggak tangan saya aja yang
ditusuk? Kasian ditusuk-tusuk terus.”
Saya seperti melihat banyak
sekali super hero disini. Bukan cuma sekedar superhero disinetron-sinetron yang
sekarang lagi ngetren di tipi. Tetapi mereka para suami yang sangat setia
merawat istri mereka dengan wajah-wajah lelah mereka.
Semoga kita semua dan anggota
keluarga kita selalu diberikan kesehatan dan keberkahan. Biar saja kalo kami
memang harus merawat dan membantu banyak orang yang sakit. Asalkan bukan
keluarga saya sendiri yang sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar